BERBAIK DIRI DALAM IMAN, ILMU, AMAL, AKHLAK

JIWA INI NYATA TELAH DIPERJUALBELIKAN UNTUK KEMENANGAN, MENUJU JANNAH YANG DINANTI

catatan manis

Kamis, 15 Desember 2011

Indahnya LUKISANMU Wahai IBU

( ditulis sebagai refleksi hari ibu)
Sejarah Hari Ibu diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, di gedung yang kemudian dikenal sebagai Mandalabhakti Wanitatama di Jalan Adisucipto. Dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).
Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah persatuan perempuan Nusantara; pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan kemerdekaan; pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa; perdagangan anak-anak dan kaum perempuan; perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita; pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya. Tanpa diwarnai gembar-gembor kesetaraan gender, para pejuang perempuan itu melakukan pemikiran kritis dan aneka upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa.
Penetapan tanggal 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Misi diperingatinya Hari Ibu pada awalnya lebih untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini. Dari situ pula tercermin semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja bersama. Kini, Hari Ibu di Indonesia diperingati untuk mengungkapkan rasa sayang dan terima kasih kepada para ibu, memuji keibuan para ibu. (file://localhost/G:/ibu/486.html)
Aah iya, jika kita telisik mengenai permasalahan tentang ibu di negeri ini amatlah banyak, mulai dari kasus prita yang berakhir di tralis besi dengan memisahkan dua anaknya kemudian kasus TKW yang pulang tinggal mayat, kasus tingginys angka kematian ibu saat melahirkan, kurangnya gizi, kenakalan remaja, kerusakan moral anak bahkan kenaikan harga sembako, BBM pun selalu menjadi masalah utama seorang ibu. Hari ibu yang diperingati setiap akhir tahun ini serasa hanya ceremonial belaka tanpa meninggalkan jejak solusi untuk masalah yang sepertinya menjadi masalah permanen bagi ibu pertiwi, namun dari sini ada harap yang besar untuk kita emban sebagai muslimah dan mendukung bagi kaum muslim.
Menjadi ibu memang sebuah pilihan yang indah, pilihan yang tak ditawarkan bagi kaum sekuat adam, sungguh tidak, namun dari kaum ibu akan tumbuh generasi harapan ummat, karena sebenarnya seorang wanita jika ia di karunia amanah menjadi seorang ibu maka tugas yang paling utama adalah mendidik anak-anaknya dengan jiddiyah (kesungguhan) yang tinggi. Namun realita di masyarakat Indonesia saat ini frame berfikir bahwa seorang ibu adalah manusia yang multi talent dimana ia mampu mengandung, melahirkan mendidik kemudian beranggapan bahwa ibu yang berkarier di luar rumah dengan gemilang, dia adalah sosok ibu modern yang hebat, tanpa ia tahu ternyata anak menjadi korban kekurang perhatiannya seorang ibu pada anaknya. Kemudian sampai kapan paradigm ini terus membudaya dinegeri tercinta ini.
Hmmmm, sebagai penawar yang tertulis diatas Sejenak kita mengaca peran seorang ibu pada zaman Rasulullah dulu. Kisah Asma’ binti Abu Bakar sang pendidik sejati (semoga kita diperkenankan untuk mentauladani dan bertemu dengan beliau)… begini singkatnya.
Asma memiliki putra yang bernama Abdullah bin Zubair, dia adalah amirul mukminin. Pada suatu saat Bani Umayyah dibawah kepemimpinan Abdul Malik bin Marwan mengutus Hajjaj Ats-Tsaqafi untuk mengepung Abdullah bin Zubair dari berbagai penjuru hingga menyebabkan daerah kekuasaan Abdullah mengalami kekurangan pangan, kekeringan dan kemudian sebagian besar pengikut Abdullah bin Zubair perpaling darinya. Dalam keadaan terkepung ini Abdullah bertemu dengan ibu, maka nasihat indah menyejukan qalbu Abdullah.
“anakku, engkau tentu lebih tahu tentang dirimu! Jika menurut keyakinanmu engkau berada di jalan yang benar dan mengajak untuk mencapai kebenaran itu, maka bersabarlah dan bertakwalah dalam melaksanakan tugas itu sampai titik darah penghabisan. Tidak ada kata menyerah dalam kamus perjuangan melawan kebuasan buda-budak Bani Umayah. Tetapi jika menurut pikiranmu engkau mengharap dunia, maka engkau adalah seburuk-buruk hamba. Engkau celakakan dirimu sendiri beserta orang-orang yang tewas bersamamu.”
Nasihatnya kemudian, “ Aku memohon kepada Allah semoga ketabahan hatiku menjadi kebaikan bagi dirimu, baik engkau mendahului aku menhadap Allah atau aku mendahuluimu. Ya Allah semoga ibadahnya sepanjang malam, shaumnya sepanjang siang, dan baktinya kepada orang tuanya Engkau terima disertai curahan rahmatMu. Ya Allah, aku serahkan segala sesuatu tentang dirinya kepada kekuasaanMu dan aku rela menerima kepetusanMu. Ya Allah, berilah aku pahala atas segala perbuatan Abdullah bin Zubair ini, pahalanya orang-orang yang sabar dan bersyukur.” Aaahh alangkah indahnya dialog cinta antara anak dan ibu ini, sungguh tanpa ada kekokohan aqidah yang kuat bagi seorang ibu tak akan mampu melahirkan generasi seperti Abdullah bin Zubair..semoga kita para muslimah mampu mentauladani sikapnya itu, sungguh tak mudah bagi wanita untuk dia itu berbuat zuhud sebab pada hati dan pandangan matanya dijadikan indah harta dan dunia seisinya ini, itulah godaan wanita masa kini yang mudah goyah dengan beraneka keindahan dunia…. Sungguh betapa indahnya godaan itu. Namun bagi seorang muslimah sejati seperti Asma’ binti Abu Bakar ini, ia mampu menjadikan apa yang teranugerah dalam dirinya adalah sarana untuk mengabdi pada Allah, begitupun dengan anak dan harta titipan ini.
Maka saudariku muslimah, alangkah indah dirimu, alangkah cantik dirimu jika apapun yang teranugerah untukmu menjadi sarana untuk mendekat pada Illahi. Peradaban islam yang madani itu justru berawal dari dirimu, untuk melukiskan keindahan akhlak, ilmu pada kertas putih anak-anak kita, maka APA YANG SUDAH KITA SIAPKAN MENUJU MEGA PROYEK ini? Masihkah kita enggan mencari ilmu sekuat tenaga untuknya, sedang kita sekolah untuk dunia kita berpuluh tahun, namun untuk MEGA PROYEK ini apa yang sudah kita siapkan? Sungguh tak hanya butuh ilmu agama saja, namun ia butuh keterampilan, keahlian dan bersiap untuk mencurahkan hati, jiwa, harta dan diri demi proyek ini. Agar kasus diawal artikel tak menjadi permasalahan permanen. Menjadilah ibu sejati bagi dirimu, anakmu masyarakat dan bangsamu. KEINDAHAN LUKISANMU di ATAS KERTAS PUTIH YANG BERSIH Menjadi PENAWAR BAGI PERMASALAHAN UMAT.
Jangan pernah berhenti bergerak! Beranilah pada kebenaran! Bicaralah jika kau benar! Kendalikan godaan dunia dan harta ini dengan cara mulia! Pergunakan malumu pada tempatnya! Semoga kita semua para muslimah aktivis dakwah dapat bertemu dengan para umahatul muslimin yang mengispirasi kita, di jannah kelak! Semoga!
Salam sayang bagi calon ibu maupun yang sudah menjadi ibu