( ditulis sebagai refleksi hari ibu)
Sejarah Hari Ibu diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan
mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di
Yogyakarta, di gedung yang kemudian dikenal sebagai Mandalabhakti
Wanitatama di Jalan Adisucipto. Dihadiri sekitar 30 organisasi
perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Hasil dari kongres
tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini
dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).
Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu tonggak penting sejarah
perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pemimpin organisasi perempuan
dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan
semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum
perempuan. Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah
persatuan perempuan Nusantara; pelibatan perempuan dalam perjuangan
melawan kemerdekaan; pelibatan perempuan dalam berbagai aspek
pembangunan bangsa; perdagangan anak-anak dan kaum perempuan;
perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita; pernikahan usia
dini bagi perempuan, dan sebagainya. Tanpa diwarnai gembar-gembor
kesetaraan gender, para pejuang perempuan itu melakukan pemikiran
kritis dan aneka upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa.
Penetapan tanggal 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan
dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Misi
diperingatinya Hari Ibu pada awalnya lebih untuk mengenang semangat
dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa
ini. Dari situ pula tercermin semangat kaum perempuan dari berbagai
latar belakang untuk bersatu dan bekerja bersama. Kini, Hari Ibu di
Indonesia diperingati untuk mengungkapkan rasa sayang dan terima
kasih kepada para ibu, memuji keibuan para ibu.
(file://localhost/G:/ibu/486.html)
Aah iya, jika kita telisik mengenai permasalahan tentang ibu di
negeri ini amatlah banyak, mulai dari kasus prita yang berakhir di
tralis besi dengan memisahkan dua anaknya kemudian kasus TKW yang
pulang tinggal mayat, kasus tingginys angka kematian ibu saat
melahirkan, kurangnya gizi, kenakalan remaja, kerusakan moral anak
bahkan kenaikan harga sembako, BBM pun selalu menjadi masalah utama
seorang ibu. Hari ibu yang diperingati setiap akhir tahun ini serasa
hanya ceremonial belaka tanpa meninggalkan jejak solusi untuk masalah
yang sepertinya menjadi masalah permanen bagi ibu pertiwi, namun dari
sini ada harap yang besar untuk kita emban sebagai muslimah dan
mendukung bagi kaum muslim.
Menjadi ibu memang sebuah pilihan yang indah, pilihan yang tak
ditawarkan bagi kaum sekuat adam, sungguh tidak, namun dari kaum ibu
akan tumbuh generasi harapan ummat, karena sebenarnya seorang wanita
jika ia di karunia amanah menjadi seorang ibu maka tugas yang paling
utama adalah mendidik anak-anaknya dengan jiddiyah (kesungguhan) yang
tinggi. Namun realita di masyarakat Indonesia saat ini frame berfikir
bahwa seorang ibu adalah manusia yang multi talent dimana ia
mampu mengandung, melahirkan mendidik kemudian beranggapan bahwa ibu
yang berkarier di luar rumah dengan gemilang, dia adalah sosok ibu
modern yang hebat, tanpa ia tahu ternyata anak menjadi korban
kekurang perhatiannya seorang ibu pada anaknya. Kemudian sampai kapan
paradigm ini terus membudaya dinegeri tercinta ini.
Hmmmm, sebagai penawar yang tertulis diatas Sejenak kita mengaca
peran seorang ibu pada zaman Rasulullah dulu. Kisah Asma’ binti Abu
Bakar sang pendidik sejati (semoga kita diperkenankan untuk
mentauladani dan bertemu dengan beliau)… begini singkatnya.
Asma memiliki putra yang bernama Abdullah bin Zubair, dia adalah
amirul mukminin. Pada suatu saat Bani Umayyah dibawah kepemimpinan
Abdul Malik bin Marwan mengutus Hajjaj Ats-Tsaqafi untuk mengepung
Abdullah bin Zubair dari berbagai penjuru hingga menyebabkan daerah
kekuasaan Abdullah mengalami kekurangan pangan, kekeringan dan
kemudian sebagian besar pengikut Abdullah bin Zubair perpaling
darinya. Dalam keadaan terkepung ini Abdullah bertemu dengan ibu,
maka nasihat indah menyejukan qalbu Abdullah.
“anakku, engkau tentu lebih tahu tentang dirimu! Jika menurut
keyakinanmu engkau berada di jalan yang benar dan mengajak untuk
mencapai kebenaran itu, maka bersabarlah dan bertakwalah dalam
melaksanakan tugas itu sampai titik darah penghabisan. Tidak ada kata
menyerah dalam kamus perjuangan melawan kebuasan buda-budak Bani
Umayah. Tetapi jika menurut pikiranmu engkau mengharap dunia, maka
engkau adalah seburuk-buruk hamba. Engkau celakakan dirimu sendiri
beserta orang-orang yang tewas bersamamu.”
Nasihatnya kemudian, “ Aku memohon kepada Allah semoga ketabahan
hatiku menjadi kebaikan bagi dirimu, baik engkau mendahului aku
menhadap Allah atau aku mendahuluimu. Ya Allah semoga ibadahnya
sepanjang malam, shaumnya sepanjang siang, dan baktinya kepada orang
tuanya Engkau terima disertai curahan rahmatMu. Ya Allah, aku
serahkan segala sesuatu tentang dirinya kepada kekuasaanMu dan aku
rela menerima kepetusanMu. Ya Allah, berilah aku pahala atas segala
perbuatan Abdullah bin Zubair ini, pahalanya orang-orang yang sabar
dan bersyukur.” Aaahh alangkah indahnya dialog cinta antara anak
dan ibu ini, sungguh tanpa ada kekokohan aqidah yang kuat bagi
seorang ibu tak akan mampu melahirkan generasi seperti Abdullah bin
Zubair..semoga kita para muslimah mampu mentauladani sikapnya itu,
sungguh tak mudah bagi wanita untuk dia itu berbuat zuhud sebab pada
hati dan pandangan matanya dijadikan indah harta dan dunia seisinya
ini, itulah godaan wanita masa kini yang mudah goyah dengan beraneka
keindahan dunia…. Sungguh betapa indahnya godaan itu. Namun bagi
seorang muslimah sejati seperti Asma’ binti Abu Bakar ini, ia mampu
menjadikan apa yang teranugerah dalam dirinya adalah sarana untuk
mengabdi pada Allah, begitupun dengan anak dan harta titipan ini.
Maka saudariku muslimah, alangkah indah dirimu, alangkah cantik
dirimu jika apapun yang teranugerah untukmu menjadi sarana untuk
mendekat pada Illahi. Peradaban islam yang madani itu justru berawal
dari dirimu, untuk melukiskan keindahan akhlak, ilmu pada kertas
putih anak-anak kita, maka APA YANG SUDAH KITA SIAPKAN MENUJU MEGA
PROYEK ini? Masihkah kita enggan mencari ilmu sekuat tenaga untuknya,
sedang kita sekolah untuk dunia kita berpuluh tahun, namun untuk MEGA
PROYEK ini apa yang sudah kita siapkan? Sungguh tak hanya butuh ilmu
agama saja, namun ia butuh keterampilan, keahlian dan bersiap untuk
mencurahkan hati, jiwa, harta dan diri demi proyek ini. Agar kasus
diawal artikel tak menjadi permasalahan permanen. Menjadilah ibu
sejati bagi dirimu, anakmu masyarakat dan bangsamu. KEINDAHAN
LUKISANMU di ATAS KERTAS PUTIH YANG BERSIH Menjadi PENAWAR BAGI
PERMASALAHAN UMAT.
Jangan pernah berhenti bergerak! Beranilah pada kebenaran! Bicaralah
jika kau benar! Kendalikan godaan dunia dan harta ini dengan cara
mulia! Pergunakan malumu pada tempatnya! Semoga kita semua para
muslimah aktivis dakwah dapat bertemu dengan para umahatul muslimin
yang mengispirasi kita, di jannah kelak! Semoga!
Salam sayang bagi calon ibu maupun yang sudah menjadi ibu